![]() |
Foto:vistorbelitung |
VISTORBELITUNG.COM,Washington D.C./Oslo – Setelah periode ketegangan dan serangan militer yang meningkat, Amerika Serikat dan Iran dikabarkan akan duduk bersama pekan depan di Oslo untuk memulai kembali pembicaraan mengenai program nuklir Teheran. Kabar ini dilaporkan oleh Axios pada Kamis, mengutip dua sumber yang tidak disebutkan namanya.
Wacana pembicaraan ini muncul menyusul pernyataan Presiden AS Donald Trump pada akhir Juni, yang mengisyaratkan kemungkinan dimulainya kembali dialog dengan Iran. Namun, saat itu, Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi merespons dengan keraguan, menyatakan bahwa "tidak ada kesepakatan yang dibuat untuk melanjutkan negosiasi," dan bahwa "tidak ada waktu yang ditetapkan, tidak ada janji yang dibuat, dan kami bahkan belum berbicara tentang memulai kembali pembicaraan." Araghchi juga menekankan bahwa tindakan militer AS baru-baru ini "membuatnya lebih rumit dan lebih sulit" untuk pembicaraan mengenai program nuklir Iran.
Meskipun demikian, ada laporan yang menunjukkan bahwa Washington telah mengajukan sejumlah proposal kepada Teheran dalam upaya untuk membawa negara Timur Tengah itu kembali ke meja perundingan. Proposal ini termasuk potensi investasi besar sebesar $20-30 miliar untuk program nuklir sipil non-pengayaan di Iran, serta keringanan sanksi dan pencairan dana Iran yang saat ini dibatasi. Namun, AS menegaskan bahwa syarat non-negosiasi adalah komitmen Iran untuk nol pengayaan uranium.
Perkembangan ini terjadi di tengah penilaian Pentagon bahwa serangan militer AS baru-baru ini telah menghambat program nuklir Iran setidaknya satu hingga dua tahun. Serangan tersebut menargetkan fasilitas-fasilitas nuklir penting di Fordo, Natanz, dan Isfahan. Meskipun ada kerusakan signifikan, kepala Badan Energi Atom Internasional (IAEA) Rafael Grossi menyatakan bahwa kemampuan dan keahlian Iran dalam teknologi nuklir tetap utuh, dan negara itu dapat melanjutkan produksi uranium yang diperkaya dalam beberapa bulan jika mereka mau.
Iran sendiri pada Rabu telah memerintahkan penangguhan kerja sama dengan IAEA setelah serangan AS dan Israel, yang berpotensi membatasi kemampuan inspektur untuk melacak program Teheran. Presiden Iran Masoud Pezeshkian mengumumkan perintah tersebut, meskipun rincian mengenai penangguhan tersebut belum sepenuhnya jelas. Menteri Luar Negeri Araghchi juga sempat menyatakan bahwa Iran "membutuhkan lebih banyak waktu" untuk memutuskan dimulainya kembali pembicaraan, dan menuntut jaminan bahwa AS tidak akan kembali menargetkan mereka secara militer selama negosiasi.
Dengan laporan terbaru mengenai pertemuan yang direncanakan di Oslo, pintu diplomasi tampaknya masih terbuka. Namun, tantangan besar tetap ada, terutama terkait tuntutan AS untuk penghentian total pengayaan uranium dan kekhawatiran Iran mengenai jaminan keamanan dan niat jangka panjang Washington. Hasil dari pertemuan yang akan datang ini akan sangat menentukan arah masa depan program nuklir Iran dan stabilitas regional.