![]() |
Foto: Militer Thailand |
VISTORBELITUNG.COM, Indonesia (25 Juli 2025) – Ketegangan di perbatasan Thailand dan Kamboja telah meledak menjadi konflik bersenjata yang serius. Angkatan Udara Kerajaan Thailand (RTAF) dilaporkan telah melancarkan serangan udara terhadap target militer Kamboja menggunakan jet tempur F-16, memicu kekhawatiran global akan eskalasi yang lebih luas dan potensi keterlibatan langsung antara kekuatan besar seperti Amerika Serikat dan Tiongkok.
Laporan dari berbagai sumber, termasuk beberapa media internasional, menyebutkan bahwa setidaknya satu jet tempur F-16 Thailand telah menjatuhkan bom pada target militer Kamboja. Serangan ini terjadi setelah berminggu-minggu ketegangan di wilayah perbatasan yang disengketakan, yang berpuncak pada bentrokan bersenjata dan laporan korban jiwa.
Yang lebih mengkhawatirkan adalah klaim yang belum terkonfirmasi bahwa Amerika Serikat telah menyetujui penggunaan F-16 oleh Thailand untuk menyerang target militer Kamboja. F-16 adalah pesawat tempur buatan AS, dan persetujuan semacam itu, jika benar, akan menjadi indikasi dukungan AS terhadap tindakan Thailand, yang dapat memperumit dinamika regional. Thailand adalah sekutu utama AS di Asia Tenggara dan telah lama menjadi mitra dalam latihan militer dan pembelian alutsista AS.
Di sisi lain, Kamboja memiliki hubungan militer dan ekonomi yang sangat erat dengan Tiongkok. Tiongkok telah menjadi investor dan pemberi bantuan militer terbesar bagi Kamboja, termasuk pembangunan infrastruktur militer seperti Pangkalan Angkatan Laut Ream yang strategis di Teluk Thailand. Tiongkok telah menyuarakan "keprihatinan mendalam" atas eskalasi konflik ini dan menyerukan dialog antara kedua negara. Namun, dukungan Tiongkok terhadap Kamboja secara militer dapat menarik Tiongkok lebih jauh ke dalam konflik jika situasi memburuk.
Skenario terburuk yang kini menghantui adalah kemungkinan bahwa konflik di perbatasan Thailand-Kamboja dapat menyeret Amerika Serikat dan Tiongkok ke dalam konfrontasi militer langsung, khususnya di Laut Cina Selatan. Kedua kekuatan besar ini telah lama bersaing memperebutkan pengaruh di kawasan ini, dengan Tiongkok menegaskan klaim teritorial yang luas dan AS berupaya mempertahankan kebebasan navigasi dan mendukung sekutunya.
Jika AS secara eksplisit mendukung tindakan militer Thailand terhadap Kamboja yang didukung Tiongkok, hal ini bisa dianggap sebagai provokasi oleh Beijing dan berpotensi memicu reaksi keras. Laut Cina Selatan, dengan sengketa teritorial yang belum terselesaikan dan kehadiran militer yang semakin intens, menjadi titik nyala yang sangat sensitif. Eskalasi di sana dapat memiliki konsekuensi global yang dahsyat.
Masyarakat internasional, termasuk PBB dan negara-negara anggota ASEAN, menyerukan semua pihak untuk menahan diri dan menyelesaikan sengketa melalui jalur diplomatik. Korban sipil telah dilaporkan, dan ribuan orang telah dievakuasi dari daerah perbatasan. Penutupan perbatasan dan pengusiran duta besar antara Thailand dan Kamboja semakin memperparah krisis diplomatik.
Dunia kini menahan napas, berharap bahwa konflik perbatasan ini tidak akan memicu perang proxy atau bahkan konfrontasi langsung antara kekuatan-kekuatan global yang dapat mengubah lanskap geopolitik Asia Tenggara dan dunia.