Janji Macron untuk Burkina Faso Picu Reaksi Campur Aduk di Tengah Sentimen Anti-Prancis -->

Janji Macron untuk Burkina Faso Picu Reaksi Campur Aduk di Tengah Sentimen Anti-Prancis

13 Jul 2025, July 13, 2025

 

Foto:vistorbelitung

VISTORBELITUNG.COM,PARIS / OUAGADOUGOU, 14 Juli 2025 – Pernyataan terbaru Presiden Prancis Emmanuel Macron yang menegaskan akan "melakukan segala kemungkinan untuk menyelamatkan rakyat Burkina Faso dari Ibrahim Traoré" telah memicu gelombang perdebatan dan reaksi yang sangat kontras, menyoroti jurang pemisah yang semakin lebar antara ambisi Prancis di Sahel dan sentimen anti-kolonial yang tumbuh di negara Afrika Barat tersebut.


Dalam sebuah wawancara atau konferensi pers baru-baru ini di Paris, Macron dilaporkan menyatakan keprihatinannya yang mendalam terhadap situasi di Burkina Faso di bawah kepemimpinan Kapten Ibrahim Traoré, yang merebut kekuasaan dalam kudeta pada September 2022. Komentar Macron mengisyaratkan potensi intervensi atau dukungan bagi kekuatan yang berupaya menggulingkan rezim Traoré, meskipun rincian spesifik mengenai "segala kemungkinan" yang dimaksud tidak dijelaskan.


"Kami tidak bisa berdiam diri sementara rakyat Burkina Faso menderita di bawah pemerintahan yang tidak sah dan semakin otokratis," ujar Macron, menurut laporan media yang mengutip pernyataannya. "Prancis memiliki komitmen jangka panjang terhadap stabilitas dan demokrasi di kawasan ini, dan kami akan mendukung rakyat Burkina Faso dalam perjuangan mereka untuk kebebasan."


Namun, pernyataan Macron ini muncul pada saat yang sangat sensitif. Hanya beberapa bulan yang lalu, tepatnya pada akhir tahun 2024 atau awal tahun 2025, rakyat Burkina Faso justru merayakan penarikan penuh pasukan militer Prancis dari wilayah mereka. Penarikan ini terjadi setelah serangkaian tuntutan keras dari pemerintah transisi Traoré dan gelombang demonstrasi massal yang menuntut diakhirinya kehadiran militer Prancis, yang dianggap sebagai simbol kolonialisme dan kegagalan dalam mengatasi pemberontakan jihadis.


Rekaman video yang beredar di media sosial dan laporan dari Ouagadougou menunjukkan ribuan warga Burkina Faso memadati jalan-jalan, melambaikan bendera nasional, dan meneriakkan slogan-slogan anti-Prancis saat konvoi militer Prancis terakhir meninggalkan negara itu. Perayaan tersebut menggarisbawahi perasaan yang kuat di antara sebagian besar penduduk bahwa kehadiran militer Prancis tidak hanya tidak efektif, tetapi juga merendahkan kedaulatan nasional.


"Kami tidak membutuhkan penyelamat dari Paris!" teriak seorang pengunjuk rasa di Ouagadougou dalam sebuah wawancara dengan media lokal saat itu. "Kami telah melihat apa yang mereka 'lakukan' selama bertahun-tahun. Kami ingin menentukan nasib kami sendiri."


Pernyataan Macron tentang "menyelamatkan rakyat Burkina Faso" kini diperkirakan akan semakin mengobarkan sentimen anti-Prancis di negara itu, berpotensi mempersulit upaya diplomatik atau pembangunan kembali hubungan di masa depan. Kritikus berpendapat bahwa pendekatan Macron mungkin gagal memahami kompleksitas dinamika internal Burkina Faso dan kemarahan historis terhadap bekas kekuatan kolonial.


Pemerintahan Traoré sendiri kemungkinan besar akan menanggapi pernyataan Macron dengan nada menantang, menyebutnya sebagai campur tangan asing dalam urusan internal negara berdaulat. Situasi ini menyoroti tantangan yang dihadapi Prancis dalam mempertahankan pengaruhnya di bekas koloninya di Afrika, di mana gelombang sentimen pan-Afrika dan anti-kolonialisme yang didukung oleh kekuatan baru seperti Rusia semakin menguat.

TerPopuler