![]() |
Foto: Tiktok/fakta_wakanda99 |
VISTORBELITUNG.COM,JAKARTA – Sebuah unggahan di media sosial yang dibagikan oleh seorang guru muda dari Generasi Z bernama Ahmad Khoerul Huda baru-baru ini menarik perhatian publik. Unggahan tersebut menampilkan momen ketika ia menerima sejumlah uang yang disebutnya sebagai "bonus" atau "gaji" sebesar Rp71.250. Nominal yang relatif kecil ini, kemudian ia bandingkan dengan kabar kenaikan pendapatan sejumlah profesi lain, memicu diskusi luas di kalangan warganet mengenai kesejahteraan guru, khususnya guru honorer atau yang berstatus non-PNS.
Ahmad Khoerul Huda, melalui akun media sosialnya, mengunggah video atau foto yang memperlihatkan selembar uang kertas atau struk dengan nominal tersebut. Meski tidak dijelaskan secara rinci asal-usul uang tersebut – apakah itu bonus mengajar tambahan, honorarium proyek kecil, atau bentuk pendapatan lain – namun gestur Ahmad yang membagikan momen ini menyoroti realitas ekonomi yang dihadapi oleh sebagian pendidik di Indonesia.
"Hanya terdiam Menunjukkan Kertas Bertulisan Angka Rupiah Rp.71.250,00 dan nama dirinya," tulis Ahmad dalam unggahannya, tanpa merinci konteks bonus tersebut. Ia kemudian menyambungkan narasi tersebut dengan isu yang sedang hangat diperbincangkan, yaitu adanya kenaikan pendapatan untuk profesi lain.
Unggahan Ahmad Khoerul Huda ini sontak memancing beragam reaksi. Banyak warganet yang bersimpati dan menyuarakan keprihatinan mereka terhadap kesejahteraan guru, terutama bagi mereka yang belum memiliki status kepegawaian tetap atau bekerja di daerah terpencil dengan upah minim. Kisah Ahmad dianggap merepresentasikan perjuangan banyak pendidik muda yang berdedikasi namun masih menghadapi tantangan finansial.
Meskipun narasi perbandingan dengan kenaikan gaji hakim sebesar 280% yang diutarakan Ahmad perlu diverifikasi lebih lanjut terkait konteks dan dasar perhitungannya, unggahan ini berhasil mengangkat kembali perbincangan lama tentang pentingnya peningkatan kesejahteraan bagi para pahlawan tanpa tanda jasa, yaitu guru.
Pemerintah, melalui berbagai kementerian terkait, terus berupaya meningkatkan kualitas dan kesejahteraan guru melalui program-program seperti rekrutmen PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) dan peningkatan tunjangan profesi. Namun, kasus seperti yang dialami Ahmad Khoerul Huda menunjukkan bahwa masih ada pekerjaan rumah yang besar dalam memastikan setiap guru mendapatkan penghargaan yang layak atas dedikasi mereka dalam mencerdaskan anak bangsa.
Kisah Ahmad Khoerul Huda ini menjadi cermin bagi kita semua, untuk terus mendukung dan mengapresiasi para pendidik yang tak kenal lelah, bahkan dengan "bonus" Rp71.250 sekalipun, mereka tetap berjuang di garis depan pendidikan.