![]() |
Foto:Menanggapi potensi pengerahan kapal selam nuklir Amerika Serikat, Putin mengancam akan mengerahkan rudal hipersonik Oreshnik |
VISTORBELITUNG.COM,Pada Jumat, 1 Agustus 2025, Presiden Rusia Vladimir Putin mengeluarkan pernyataan yang menaikkan tensi geopolitik. Menanggapi potensi pengerahan kapal selam nuklir Amerika Serikat, Putin mengancam akan mengerahkan rudal hipersonik Oreshnik ke wilayah yang akan dipilihnya. Pernyataan ini muncul di tengah ketegangan yang meningkat antara Rusia dan negara-negara NATO, terutama Amerika Serikat.
Pernyataan Putin ini merupakan respons langsung terhadap laporan intelijen yang mengindikasikan Amerika Serikat sedang mempertimbangkan untuk menempatkan kapal selam bertenaga nuklir di perairan yang lebih dekat ke wilayah Rusia, baik di Atlantik maupun Pasifik. Tindakan ini dianggap oleh Rusia sebagai provokasi serius yang mengancam keseimbangan strategis di Eropa dan Asia.
Kapal selam nuklir Amerika Serikat, seperti kelas Ohio, mampu membawa hulu ledak nuklir dan rudal jelajah yang dapat menjangkau sasaran jauh. Pengerahan aset-aset ini akan secara signifikan meningkatkan kemampuan serangan cepat Amerika, yang menurut Rusia akan memaksa mereka untuk mengambil tindakan balasan.
Ancaman Putin tidak sembarangan. Rudal hipersonik Oreshnik merupakan salah satu senjata terbaru dan paling canggih dalam persenjataan Rusia. Rudal ini diklaim mampu bergerak dengan kecepatan Mach 10 (sekitar 12.300 km/jam) dan memiliki kemampuan manuver yang luar biasa, sehingga sangat sulit untuk dicegat oleh sistem pertahanan rudal yang ada saat ini.
Keberadaan rudal ini pertama kali menjadi perhatian global saat Putin mengumumkan pengembangannya pada 2024. Oreshnik dirancang untuk membawa beberapa hulu ledak yang dapat memisahkan diri dan menyerang target berbeda secara simultan, menjadikannya senjata yang sangat mematikan.
Hingga saat ini, belum ada pernyataan resmi dari Gedung Putih. Namun, para analis dan pejabat militer Amerika Serikat memandang ancaman Putin ini dengan sangat serius. Pengerahan Oreshnik dapat mengubah dinamika militer dan meningkatkan risiko konflik langsung. Para pejabat AS menegaskan bahwa pengerahan kapal selam nuklir mereka bersifat defensif dan merupakan bagian dari upaya untuk menjaga stabilitas regional. Namun, Rusia melihatnya sebagai eskalasi yang tak terhindarkan.
Sekutu-sekutu Amerika Serikat di NATO juga menyatakan keprihatinan. Beberapa negara Eropa mendesak kedua belah pihak untuk kembali ke jalur diplomasi guna menghindari konflik yang lebih besar.
Eskalasi retorika nuklir ini menghidupkan kembali kekhawatiran era Perang Dingin. Para ahli hubungan internasional mengingatkan bahwa setiap miskalkulasi atau salah tafsir dapat memicu respons yang berlebihan dan berpotensi menimbulkan bencana. Ketegangan antara dua kekuatan nuklir terbesar di dunia ini tidak hanya berdampak pada Eropa, tetapi juga stabilitas global.
Situasi saat ini menekankan pentingnya komunikasi terbuka dan dialog diplomatik antara Washington dan Moskow. Namun, dengan kedua belah pihak yang semakin mengunci diri dalam posisi masing-masing, jalan menuju de-eskalasi tampaknya semakin sulit.
Masa depan hubungan AS-Rusia kini berada di persimpangan jalan. Pertanyaannya adalah, apakah kedua belah pihak akan memilih jalur negosiasi atau terus meningkatkan tensi, yang berpotensi membawa dunia ke ambang krisis nuklir?