![]() |
Foto:23 kepala misi diplomatik dan perwakilan lembaga asing melakukan kunjungan inspeksi ke distrik Banteay Ampil, Kamboja |
VISTORBELITUNG.COM,Phnom Penh, Kamboja - Sebanyak 23 kepala misi diplomatik dan perwakilan lembaga asing melakukan kunjungan inspeksi ke distrik Banteay Ampil, Kamboja, untuk melihat langsung dampak konflik perbatasan yang baru-baru ini terjadi dengan Thailand. Kunjungan ini dipimpin oleh Wakil Perdana Menteri Kamboja dan Menteri Luar Negeri dan Kerjasama Internasional, Prak Sokhonn.
Wilayah di distrik Banteay Ampil, yang terletak di Provinsi Oddar Meanchey, dilaporkan menjadi sasaran serangan tentara dan angkatan udara Thailand. Kamboja menuduh serangan tersebut, termasuk serangan udara menggunakan jet tempur F-16 dengan bom MK-84, telah menghancurkan rumah-rumah penduduk, sekolah, dan pagoda Buddha.
Kunjungan delegasi asing ini bertujuan untuk mengevaluasi kondisi para pengungsi internal dan kerusakan yang terjadi akibat pertempuran bersenjata yang berlangsung dari 24 hingga 28 Juli 2025. Perwakilan dari 22 negara dan empat organisasi internasional turut serta dalam inspeksi ini, menunjukkan perhatian serius masyarakat internasional terhadap situasi kemanusiaan di wilayah perbatasan.
Dalam kunjungan tersebut, para diplomat dan perwakilan lembaga asing melihat langsung puing-puing bangunan yang hancur dan mendengarkan kesaksian dari para korban. Kunjungan ini juga menyoroti kebutuhan mendesak akan bantuan kemanusiaan. Kedutaan Besar Tiongkok di Kamboja telah mengumumkan paket bantuan kemanusiaan senilai $100.000 untuk membantu warga Kamboja yang mengungsi di Pagoda Phnom Thmar Kambor.
Konflik perbatasan antara Thailand dan Kamboja memiliki sejarah panjang, sering kali dipicu oleh sengketa wilayah di sekitar kuil-kuil kuno. Pertempuran terbaru ini telah menyebabkan banyak korban jiwa, baik dari kalangan militer maupun warga sipil, serta memaksa lebih dari 100.000 orang mengungsi. Meskipun kedua negara telah sepakat untuk melakukan gencatan senjata, kekhawatiran akan eskalasi lebih lanjut masih membayangi.
Masyarakat internasional, termasuk ASEAN, mendesak kedua belah pihak untuk menahan diri dan menyelesaikan sengketa melalui jalur diplomatik. Indonesia, yang pernah menjadi mediator dalam konflik serupa pada tahun 2011, terus memainkan peran aktif dalam mendorong dialog dan perdamaian di kawasan. Kunjungan delegasi diplomatik ini menjadi langkah penting untuk memastikan bahwa penderitaan warga sipil tidak luput dari perhatian dunia.