![]() |
Foto:Berdasarkan laporan dari The Jerusalem Post dan media lainnya |
VISTORBELITUNG.COM,Berdasarkan laporan dari The Jerusalem Post dan media lainnya, terdapat indikasi kuat adanya pergeseran strategis dalam kebijakan luar negeri China di Timur Tengah, khususnya setelah "perang 12 hari" antara Israel dan Iran. China dilaporkan mulai menjauh dari rezim Islam di Iran dan secara diam-diam mendekat ke Israel.
Berikut adalah poin-poin penting dari pergeseran ini,Jeda Dukungan terhadap Iran Dalam konflik terbaru, meskipun secara formal menyerukan de-eskalasi, China menolak untuk secara eksplisit mendukung Iran dalam menghadapi serangan Israel. Ini menandai perubahan signifikan dari posisi sebelumnya yang cenderung lebih pro-Iran.
Demi Kepentingan Strategis Baru,Analis berpendapat bahwa Beijing semakin yakin rezim Iran tidak lagi melayani kepentingan strategis jangka panjangnya. Iran dianggap sebagai sumber ketidakstabilan regional yang dapat mengganggu jalur perdagangan dan pasokan energi China.
Pendekatan "Soft Power" Alih-alih terlibat secara militer, China memilih untuk berfokus pada pendekatan "soft power" dengan menawarkan investasi, pinjaman, dan mediasi diplomatik. Keberhasilan China menengahi rekonsiliasi antara Iran dan Arab Saudi pada tahun 2023 menjadi bukti kemampuan ini.
Kerja Sama dengan Israel Seiring dengan menjauhnya dari Iran, China dilaporkan semakin memperkuat hubungan dengan Israel. Hubungan ekonomi dan kerja sama di bidang teknologi, inovasi, dan pertanian menjadi fokus utama. Israel dipandang sebagai mitra yang lebih stabil dan maju secara teknologi.
Pergeseran ini menunjukkan bahwa China memprioritaskan stabilitas regional dan perlindungan kepentingan ekonominya di atas aliansi ideologis. Meskipun demikian, langkah ini tidak sepenuhnya tanpa risiko. Beijing harus menyeimbangkan hubungan dengan Iran dan negara-negara Muslim lainnya, serta menghindari kritik dari negara-negara Barat.
Dengan demikian, "perang 12 hari" antara Israel dan Iran mungkin menjadi titik balik strategis yang mendorong China untuk meninjau kembali pendekatannya di Timur Tengah, dengan hasil yang berpotensi mengubah peta geopolitik kawasan tersebut secara signifikan.