Gambar Ilustrasi |
PCN MEDIA - Wabah penyakit sudah pernah melanda pulau Belitung, setidaknya sejak ratusan tahun lalu. Hal ini diketahui dalam sebuah catatan harian J.F. Loudon pada tahun 1853 atau 167 tahun lalu.
Wabah yang Loudon lihat saat itu adalah cacar. Banyak penduduk yang terkena cacar sehingga kemudian merusak wajah penderitanya.
Berdasarkan catatan Loudon ini diketahui cara penduduk Belitong merespon wabah penyakit. Salah satu caranya adalah dengan menamai penyakit itu dengan sebuah istilah yang baik.
"Penduduk lokal lebih suka menyebut penyakit anak ini dengan sebutan ’penjakiet baik’ dibanding ’penjakiet tjatjar’." kata Loudon dalam catatannya.
Kemudian penggunaan nama baik ini juga diberlakukan pada wabah hama. Satu contoh adalah dalam menamai tikus dengan sebutan Siti.
Tokoh masyarakat Belitong Rosihan Sahib pun pernah mendengar istilah Siti untuk nama tikus tersebut. Menurutnya, sesuatu yang menghebohkan di Belitong seringkali ada 'kodenya'.
Pemerhati Budaya Belitong Ruspandi mengatakan, Siti adalah singkatan dari Si Tikus. Menurutnya istilah itu setidaknya muncul pada tahun 70-an. Ia sendiri mendengar istilah itu langsung dari kakeknya. Nama Siti digunakan agar aksi tikus menggangu tanaman dan hasil panen tidak semakin menjadi-jadi.
Namun menurut Ruspandi, ada nilai kearifan lokal di dalamnya. Bahwa masyarakat tidak menyebut nama wabah penyakit atau hama itu secara vulgar. Bisa jadi tujuannya untuk menentramkan hati orang.
"Ini adab Urang Melayu Belitong dulu, santun dalam berbudaya, untuk menentramkan hati orang lain, tidak vulgar," kata Ruspandi kepada petabelitung.com, Senin (23/3/2020).
Anggota Lembaga Adat Melayu (LAM) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Alchodri Alwi juga pernah mendengar istilah Siti untuk Si Tikus.
Bahkan ia mendengar pula sebagian orang-orang tua dulu menyebut tikus dengan istilah Cik Ayu.
"Mun de sebut tikus, kini mawak kawan e, kate ninek kamek duluk e.(Kalau disebut tikus nanti tikus itu datang membawa teman-temannya, kata nenek kami dulu)," ungkap Alchodri kepada petabelitung.com Senin (23/3/2020).
Ketua LAM Kabupaten Belitung Timur Andi Susanto pun mengakui bahwa bahasa orang-orang tua di Belitong zaman dulu sering disandikan. Artinya, sesuatu yang membahayakan tidak disebut secara vulgar sesuai nama aslinya.
"Katanya agar dijauhkan dari Kepunan. Urang Belitong mempercayai Kepunan memiliki nilai bahaya, nilai bala secara tiba-tiba," kata Andi kepada petabelitung.com Senin (23/3/2020).
Sebagai tambahan, kata "vulgar" dalam KBBI Daring didefinisikan sebagai berikut; kasar (tentang perilaku, perbuatan, dan sebagainya); tidak sopan.
Sedangkan definisi Siti dalam KBBI Daring, ada dua :
1. sebutan untuk wanita yang mulia: -- Hawa; -- Mariam
2. wanita yang terpandang (tinggi kedudukannya dan sebagainya).
Demikian ulasan mengenai Cara Penduduk di Belitong Tempo Dulu Merespon Wabah Penyakit.
Semoga bermanfaat.(*)
sumber: Petabelitung.com