Cerita Horor Rumah WARISAN MERTUA -->

Cerita Horor Rumah WARISAN MERTUA

20 Mar 2024, March 20, 2024
Foto:Pixabay.com/Sumber/fb/Seruni Baskoro


RUMAH WARISAN MERTUA


Penulis: Seruni Baskoro 


VISTORBELITUNG.COM,Sekar langsung menaruh gelas es teh nya di meja makan dan mengambil hp android yang mirip hp Linggar suaminya itu, kemudian dia menyalakan hp itu untuk mengecek benarkah itu hp suaminya.


Saat hp nyala, Sekar langsung melotot karena hp itu memang hp suaminya, tapi dia heran kenapa hp suaminya ada di meja makan itu, padahal suaminya sedang bekerja pasang instalasi listrik.


Sekar kian terperangah kala di galeri foto hp itu ada foto Rendra yang sedang makan bakso di atas karpet plastik kecil yang ada di lantai dapur itu, bahkan ada juga foto Linggar bersama Rendra yang sedang makan dan foto itu tertera tanggal hari itu juga.


Memang saat tadi Linggar makan mi ayam bersama Lestari dan Rendra, dia sempat memfoto Rendra yang sedang makan mi bakso sendiri di lantai dapur itu, dan karena Lestari menghidangkan mi ayam, Linggar langsung menaruh hpnya di meja makan hingga lupa setelah kenyang, sebab dia juga memaku lemari di kamar mertua Lestari.


"Lestari ... dasar pelakor kamu ini ya, keterlaluan kamu!" ucap Sekar yang langsung berlari ke belalang Lestari dan menjambak rambut Lestari dari belakang hingga membuat Lestari yang sedang mencuci gelas itu kaget dan gelas pun jatuh tepat di depan kaki Sekar hingga pecah.


"Ada apa sih Mbak? Lepaskan rambutku!" pekik Lestari sambil berusaha menarik rambutnya yang dijambak Sekar dari belakang hingga Sekar pun tertarik maju.


Sekar tak bisa mengendalikan kakinya yang maju kerena ditarik Lestari dan kaki kanan sekar langsung menginjak pecahan gelas dan menjerit lah dia sekuat tenaga sambil mengangkat kaki kanannya itu.


"Ya Allah Mbak Sekar...!" pekik Lestari kala melihat kaki Sekar langsung meneteskan darah ke lantai dapur itu.


"Haaa ... sakit...!" teriak Sekar sambil menangis dan duduk di lantai.


Spontan Lestari menarik beling yang masih menancap di telapak kaki kanan Sekar itu hingga sekar pun menjerit keras dan darah langsung mengucur deras.


"Haduh ... sebentar Mbak tak panggil Mas Linggar di rumah Pak Imron dulu!" pekik Lestari lalu berlari keluar rumah menuju rumah Pak Imron untuk memanggil Linggar dengan rambut masih awut-awutan, bahkan dia sampai tak memakai sendal.


"Lestari ... set*n alas kamu ... aku lagi lagi begini malah kamu tinggal pergi, tolong ... tolong...!" teriak Sekar sambil menangis seperti anak kecil.


Linggar yang dipanggil Lestari dan diberitahu jika Sekar kakinya kena beling gelas di rumahnya itu pun buru-buru pergi ke rumah Lestari setelah minta izin pada Pak Imron.


Saat sampai di rumah Lestari, terdengar suara gaduh tangisan Sekar juga tangisan Rendra yang terbangun dari tidurnya karena mendengar suara teriakan Sekar.


Melihat dalam sebentar lestari sudah kembali bersama Linggar membuat Sekar kian merasa heran meskipun masih menangis karena merasakan sakit di kakinya itu.


Tanpa bicara, Linggar segera mengambil lap di meja makan itu dan mengelap telapak kaki Sekar untuk melihat apakah lukanya dalam dan ternyata luka di telapak kaki kanan istrinya itu tak hanya lebar, tapi juga dalam.


"Bawa ke Bidan Nur, saja Mas, biar dijahit!" saran Lestari membuat Linggar menatapnya.


"Aku ndak bawa duit loh Ri!" jawab Linggar dengan raut cemas.


"Ayo kita bawa ke sana, nanti aku yang bayar!" jawab Lestari lalu buru-buru ke kamar untuk mengambil dompet juga gendongan Rendra, sedangkan Linggar membebat telapak kaki Sekar dengan lap meja dan memapahnya ke motor tanpa sempat membersihkan beling juga darah di lantai, karena mereka buru-buru.


Sepanjang jalan ke rumah Bidan Nur yang tak begitu jauh dari rumah Lestari itu, Sekar terus saja menangis karena merasakan nyeri di telapak kakinya. 


Selang beberapa saat, mereka pun tiba di rumah Bu Bidan dan kebetulan Bu Bidan sedang santai di rumahnya bersama dua anaknya, jadi Sekar pun langsung ditangani.


Saat lukanya dibersihkan oleh sang Bidan dengan cairan antiseptik sebelum disuntik bius, Sekar menjerit-jerit seperti anak kecil hingga dibentak oleh Linggar.


"Sakit tau, Mas!" marah Sekar saat dibentak Linggar.


"Ya, tapi ndak usah jerit-jerit begitu, nanti dikira ada orang mati!" bentak Linggar sambil melotot, namun seketika Sekar justru berteriak keras saat sang Bidan menyuntikkan obat bius di kakinya sebelum menjahit lukanya, hingga membuat Bu Bidan menggelengkan kepala.


Selang beberapa saat luka pun dijahit tiga jahitan, lalu diperban dan Sekar diberi obat untuk diminum dan juga obat untuk membersihkan luka jika perbannya diganti.


Lestari membayar sang Bidan seratus lima puluh ribu seperti yang diminta sang Bidan karena harus jahit luka dan juga membayar obat. Kemudian Linggar pun membawa Sekar langsung pulang ke rumah, bahkan Lestari mengikuti hingga rumah Bu Nurul.


Melihat mantunya datang dengan kaki diperban dan diantar Linggar juga Lestari itu membuat Bu Nurul melotot dan tampak kesal juga heran. Pasalnya dia tadi menyuruh Sekar menunggui gabah yang dijemur di depan rumah agar tak dimakan ayam, tapi Sekar malah pergi tanpa pamit hingga gabahnya diserbu ayam tetangga.


"Itu kenapa kaki bojomu?" tanya Bu Nurul sambil mengamati kaki Sekar.


"Kena beling gelas di rumahku, Bu, tadi aku sedang cuci piring juga gelas, dan Mbak Sekar tadinya sedang minum es teh di meja makan, tapi tiba-tiba Mbak Sekar marah dan menjambak rambutku dari belakang, karena aku kaget jadinya gelas yang ku pegang jatuh dan pecah Bu, lalu beling nya diinjak, Mbak Sekar," tutur Lestari menjelaskan, membuat Bu Nurul hanya manggut-manggut.


"Kapok mu kapan ... dasar mantu sontoloyo! Mertua panen gak mau bantu malah ngungsi, giliran panen selesai cuma disuruh bantuin mertua, duduk jagain gabah yang dijemur agar gak dimakan ayam, malah kabur cari es teh yo gitu dapatnya, kapokmu kapan!" batin Bu Nurul justru nyukurin mantunya itu.


"Bu, Lestari itu pelakor, dia mau merebut Mas Linggar dan ternyata Mas Linggar sering ke rumahnya, Bu. Kemarin katanya malam-malam juga ke sana, dan hari ini dia juga di sana, bahkan hp Mas Linggar ada di meja makan loh Bu, mereka itu selingkuh!" ucap Sekar sambil menangis membuat Lestari dan Linggar juga Bu Nurul kaget.


"Selingkuh opo tho Mbak? Mas Linggar itu kerja di rumah Pak Imron, dari rumahku itu hanya selang dua rumah saja, dan tadi Mas Linggar numpang makan siang di rumahku karena malas pulang, lagian tadi aku dari bengkel dan beli mi ayam tiga bungkus, tadinya mau ku antar ke sini untuk Ibu, tapi karena Mas Linggar datang, ya tak suruh makan saja!" jawab Lestari dengan raut serius sedikit marah karena dituduh pelakor.


"Halah ... alasan saja kamu itu, dasarnya janda gat*l!" sela Sekar masih begitu emosi pada Lestari.


"Astagfirulloh ... Sekar! Bicaramu itu kok buruk banget tho yo!" bentak Bu Nurul langsung membela Lestari.


"Aku itu memang makan di rumah Lestari karena melihat Lestari bawa mi ayam saat pulang dari bengkel, lagian daripada aku pulang jauh hanya untuk makan kan sama saja makan di rumah Lestari. Rumah Pak Imron itu gak begitu jauh dari rumah Lestari, hanya kelewat dua rumah saja loh!" ucap Linggar pun menjelaskan dengan raut kesal.


"Halah ... alasan saja itu, kalian berdua itu sama saja. Lagian mana ada sih orang selingkuh yang langsung ngaku, sudah kepergok saja kadang masih gak ngaku kok!" balas Sekar masih saja tak percaya dan tetap menuduh Linggar selingkuh dengan Lestari.


"Terserahlah, aku ora urus, aku mau kerja lagi, kamu tau sendiri kan, gara-gara kelakuanmu ini Lestari harus bayar Bu Bidan seratus lima puluh ribu untuk jahit lukamu itu!" tegas Linggar lalu segera keluar rumah mengenakan motor Sekar, karena motornya masih ada di rumah Lestari.


"Aku ini ndak selingkuh dengan Mas Linggar loh, Mbak, aku sudah anggap Mas Linggar itu seperti Mas ku sendiri, begitu pun dengan Mbak Sekar, aku sudah menganggap Mbak Sekar seperti Mbak ku sendiri," jelas Lestari mencoba meyakinkan Sekar.


"Percuma kamu cari alasan ini dan itu, aku ndak percaya, dasar pelakor sok lugu, sok baik!" bentak Sekar membuat Lestari menghela napas panjang.


"Sudahlah Nduk, biarkan saja, percuma menjelaskan padanya, sana kamu makan atau kamu mau pulang juga boleh!" ucap Bu Nurul sambil menarik tangan Lestari agar dia menjauh dari Sekar.


"Aku mau pulang loh Bu, soal e beling di dapur tadi belum tak bersihkan, karena tadi buru-buru membawa Mbak Sekar ke Bidan Nur." pamit Lestari dengan raut muram.


"Yo wes, pulang sana, ndak usah dipikirin ocehan Sekar, biar kapok dia begitu, greget Ibu sama mantu seperti itu, masa mertua panen dia kabur ngungsi ke rumah orang tuanya, giliran tak suruh jagain gabah yang dijemur agar tak di berantakin ayam tetangga, lha kok dia juga kabur ke rumahmu untuk minun es teh, rasakno saiki, ben kapok!" ucap Bu Nurul sedikit berbisik pada lestari saat mereka di emperan rumah.


Lestari pun hanya mengerutkan dahi sambil garuk-garuk kepalnya saat mendengar ucapan Bu Nurul itu, lalu dia pun segera pergi.


Setelah Lestari pulang, Bu Nurul pun tapen gabah, atau membersihkan gabah dari sisa-sisa serpihan jerami dan tak mempedulikan Sekar, walau pun Sekar tampak kesakitan.


Sesampainya di rumah, Lestari tak menurunkan Rendra dari gendongannya, karena dia takut Rendra kena beling bahkan Lestari langsung mengambil sapu dan pengki untuk membersihkan pecahan gelas tadi.


Tapi sesampainya di dekat wastafel, Lestari kaget, karena beling gelas di lantai itu sudah tidak ada bahkan ceceran darah yang banyak dari telapak kaki Sekar itu pun sudah tidak ada, hingga membuat Lestari celingukan dan kebingungan.


"Kemana beling-beling tadi? Aku kan belum membersihkannya, bahkan tadi ku lihat ceceran darah dari kaki Mbak Sekar banyak banget dilantai ini, tapi kok ndak ada ya!" gumam Lestari sambil melihat ke segala penjuru lantai dapur itu yang memang tak ada secuil pun beling gelas atau bercak darah.


Lestari pun melongok ke tempat sampah di dapur karena mengira beling itu sudah ada di sana, tapi ditempat sampah itu pun tak ada beling pecahan gelas.


"Apa tadi Mas Linggar ke sini dulu sebelum ke rumah Pak Imron untuk membersihkan beling dan darah itu ya? Soalnya pintu tadi lupa tak ku kunci, coba ku lihat di pembuangan sampah belakang rumah, kalau beling-beling itu ada di sana berarti Mas Linggar tadi mampir sini untuk membersihkannya." gumam Lestari lalu segera ke belakang rumah untuk meriksa tempat sampah.


"Ndak ada, di tempat sampah pun ndak ada beling itu!" ucap Lestari sambil mengorek sampah-sampah dedaunan di tempat pembakaran sampah itu untuk mencari pecahan gelas, tapi dia tak menemukannya.


"Mungkin Mas Linggar membuangnya di tempat lain karena dia takut aku menginjak beling itu jika dia buang ke sini!" batin Lestari lalu segera kembali masuk ke rumah.


"Lho, ini hp Mas Linggar masih di sini! Apa tadi Mbak Sekar ndak sempat membawanya ya? Hah ... biarin lah, nanti sore saja ku antar ke sana, aku capek banget," gumam Lestari lalu pergi ke depan tv untuk menurunkan Rendra.


"Hari ini benar-benar melelahkan, aku salah jual kalung dan salah ngasih duit pada Pakde Sukidi, sudah gitu dijambak dan dituduh jadi pelakor pula, kesel aku jadinya!" gumam Lestari lalu menurunkan anaknya di depan tv dan tiduran setelah menyalakan tv juga memberi mainan untuk anaknya.


Ingin rasanya dia memejamkan mata agar lelahnya hilang, tapi pikirannya terus saja berkecamuk dan bising sekali memikirkan semua masalah hari itu.


"Kenapa Mas Linggar bilang kalau aku menemukan duit dolar lagi agar bilang padanya ya? Seolah Mas Linggar itu tau soal duit dolar dan hal-hal lain di rumah ini, bahkan katanya dia pernah dilaporkan ke Polisi karena dituduh memb*nuh anaknya Bu Wanti!" batin Lestari dengan tatapan menerawang ke langit-langit ruang tengah itu.


"Sebenarnya ada apa di rumah ini? Perasaan kok aneh saja, ada perhiasan dan duit di dalam bola basket yang ditaruh di plafon, lalu aku dua kali nemu emas di kebun, kemudian Mas Linggar berpesan kalau nemu duit dolar Hong Kong lagi harus memberitahu nya, seolah rumah ini seperti menyimpan harta karun saja ya," tanya Lestari dalam hati lalu dia pun bagun dari tidurnya dan duduk termenung sambil memperhatikan anaknya yang asik bermain.


"Kayaknya aku harus cari tau ada rahasia apa di rumah ini, tapi aku harus tanya pada siapa ya? Bu Nurul dan Bapak pun aku tak yakin kalau mereka mau memberitahu ku, Bu Narti apa lagi, bahkan selama aku tinggal di sini saja dia tak pernah mau masuk ke rumah ini, seperti ketakutan." batin Lestari dangan raut bingung dan lelah. Lanjut ke App KBM ya, link selanjutnya ada di akun Seruni Baskoro

TerPopuler