![]() |
Foto: Bupati Pati Yang sempat Menyinggung Masyarakat untuk Menantang Demo 50.000 dipersilahkan |
VISTORBELITUNG.COM,PATI – Polemik kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) di Kabupaten Pati yang sempat memicu kemarahan warga kini memasuki babak baru. Bupati Pati, Sudewo, secara resmi telah membatalkan kebijakan kenaikan PBB sebesar 250% persen tersebut setelah menuai protes keras dari masyarakat. Meskipun demikian, warga Pati tetap bersiap untuk menggelar aksi demonstrasi besar-besaran dengan tuntutan yang lebih jauh melengserkan sang bupati.
Keputusan pembatalan kenaikan PBB ini diambil setelah Sudewo bertemu dengan perwakilan warga dan mendengarkan langsung aspirasi yang disampaikan. Dalam pernyataannya, Sudewo meminta maaf atas kegaduhan yang terjadi dan mengakui bahwa kebijakan tersebut menimbulkan keberatan di kalangan masyarakat. Ia juga menjanjikan bahwa bagi warga yang sudah terlanjur membayar dengan tarif baru, kelebihan uangnya akan dikembalikan.
Pembatalan ini dipicu oleh gelombang protes yang masif. Ribuan warga Pati turun ke jalan, dan muncul posko-posko donasi untuk mendukung aksi demonstrasi yang direncanakan. Bahkan, beberapa waktu lalu, Sudewo sempat disoraki warga saat menghadiri kirab budaya peringatan HUT Kabupaten Pati.
Meskipun kenaikan PBB telah dibatalkan, Aliansi Masyarakat Pati Bersatu yang menjadi motor penggerak protes menegaskan bahwa rencana demonstrasi pada 13 Agustus mendatang akan tetap dilanjutkan. Tuntutan mereka kini bukan lagi soal pajak, melainkan meminta Sudewo untuk mundur dari jabatannya.
"Ini bukan hanya masalah pajak, ada arogansi dan lain-lain. Pajak hanya isu utama," ujar salah satu koordinator aksi, menegaskan bahwa kebijakan kenaikan PBB hanyalah puncak dari serangkaian persoalan yang dinilai arogan dan merugikan masyarakat. Warga merasa bahwa ucapan dan tindakan Sudewo selama ini menunjukkan kesombongan dan tidak berpihak kepada rakyat.
Pernyataan Sudewo yang sebelumnya sempat menantang massa untuk berunjuk rasa dengan mengatakan "jangan cuma 5.000 orang, 50.000 orang aja suruh ngerahkan, saya tidak akan gentar," justru semakin memicu amarah warga. Meskipun Sudewo kemudian meminta maaf dan mengklarifikasi bahwa ucapannya tidak bermaksud menantang, pernyataan tersebut terlanjur melukai perasaan masyarakat dan dianggap sebagai cerminan sikap pemimpin yang jauh dari rakyatnya.
Hingga saat ini, kondisi di Pati tetap tegang. Meskipun Bupati telah meminta maaf dan membatalkan kebijakan yang memicu polemik, tuntutan untuk lengsernya Sudewo menunjukkan bahwa persoalan yang dihadapi bukan lagi sekadar kebijakan, melainkan tentang kepercayaan dan hubungan antara pemimpin dan rakyatnya.