![]() |
| Foto:Pemerintah Korea Utara |
VISTORBELITUNG.COM,– Korea Utara kembali menjadi sorotan dunia kripto. Bukan karena inovasi, melainkan dugaan peningkatan drastis cadangan Bitcoin (BTC) mereka hingga mencapai angka fantastis 13.562 BTC, yang dilaporkan bernilai lebih dari $1 miliar. Angka ini menempatkan Korea Utara, melalui kelompok siber yang terafiliasi dengannya, melampaui cadangan Bitcoin yang dimiliki oleh negara-negara seperti El Salvador dan Bhutan.
Peningkatan signifikan ini disebut-sebut terkait erat dengan aktivitas peretasan yang dilakukan oleh kelompok siber terkenal Korea Utara, Lazarus Group. Aksi kejahatan siber yang menyasar platform pertukaran kripto global disinyalir menjadi sumber utama penimbunan Bitcoin dalam jumlah masif ini.
Lazarus Group, yang diyakini beroperasi di bawah pengawasan rezim Pyongyang, telah lama dikenal sebagai pelaku utama di balik sejumlah peretasan kripto terbesar di dunia. Laporan-laporan intelijen dan perusahaan keamanan siber mengaitkan kelompok ini dengan perampokan aset digital senilai miliaran dolar yang digunakan untuk mendanai program nuklir dan rudal balistik Korea Utara, di tengah sanksi internasional yang ketat.
Salah satu insiden peretasan yang baru-baru ini mencuat adalah yang menargetkan bursa kripto besar, yang diduga memberikan akses kepada kelompok ini untuk mengumpulkan sejumlah besar Bitcoin hingga mencapai angka yang mencengangkan tersebut.
Dengan kepemilikan 13.562 BTC, Korea Utara kini berada di posisi yang menarik dalam peta kepemilikan Bitcoin global. Cadangan tersebut dilaporkan telah melampaui jumlah Bitcoin yang secara resmi diumumkan dimiliki oleh negara-negara yang menjadikan Bitcoin sebagai bagian dari strategi nasionalnya, seperti:
El Salvador: Negara pertama yang menjadikan Bitcoin sebagai alat pembayaran sah.
Bhutan: Negara yang juga diketahui memiliki cadangan Bitcoin yang signifikan.
"Kepemilikan Bitcoin oleh Korea Utara dalam jumlah ini bukan hanya menunjukkan kapabilitas mereka di ranah siber, tetapi juga menimbulkan kekhawatiran serius global mengenai potensi penggunaan aset digital ini untuk mendanai aktivitas yang melanggar hukum dan mengganggu stabilitas keuangan," ujar seorang analis keamanan siber yang enggan disebutkan namanya.
Para ahli menyebut Lazarus Group sangat terampil dalam teknik pencucian uang digital. Mereka menggunakan metode canggih untuk mengaburkan jejak transaksi dan mengubah aset kripto hasil kejahatan menjadi uang tunai (fiat), menyulitkan pihak berwenang internasional untuk melacak dan membekukan dana tersebut.
Upaya global untuk melawan kejahatan siber yang didukung oleh negara ini terus ditingkatkan, namun kecepatan dan kecanggihan serangan yang dilancarkan oleh peretas Korea Utara menjadi tantangan besar. Data ini menjadi pengingat keras bagi komunitas kripto dan lembaga keuangan dunia tentang risiko keamanan siber yang tak terlihat yang bersumber dari Pyongyang.
