![]() |
| Foto:bencana di Sibolga, Sumatra |
VISTORBELITUNG.COM,Di tengah keputusasaan dan reruntuhan pasca-bencana di Sibolga, Sumatra, para relawan sering kali mengerahkan segala cara untuk menyelamatkan nyawa. Selain menggunakan alat teknologi modern seperti life detector atau anjing pelacak, ada sebuah teknik tradisional yang terlihat sederhana namun pernah menjadi andalan dalam situasi darurat: mencari korban tertimbun dengan mencium bau menggunakan sebatang kayu yang ditusukkan ke tanah.
Teknik ini, yang mungkin diwariskan secara turun-temurun atau dipelajari dari pengalaman bencana sebelumnya, mengandalkan kepekaan indra penciuman dan naluri manusia. Berikut adalah langkah-langkah yang dilakukan oleh para relawan:
Relawan mencari sebatang kayu yang lurus,kuat, dan berukuran sekitar 1-2 meter. Kayu ini biasanya diruncingkan salah satu ujungnya agar mudah menembus tanah atau tumpukan reruntuhan. Yang terpenting, kayu harus kering dan tidak memiliki bau yang kuat sendiri, agar tidak mengganggu indra penciuman.
Kayu kemudian ditusukkan secara hati-hati dan sistematis ke dalam area yang diduga menjadi lokasi korban tertimbun.Tusukan dilakukan di beberapa titik, terutama di celah-celah atau area yang longgar. Kedalaman tusukan bervariasi, tergantung pada ketebalan material yang menimbun.
Setelah kayu ditarik keluar,relawan segera mengendus ujung kayu yang telah tertancap ke dalam tanah atau reruntuhan. Ide dasarnya adalah kayu tersebut bertindak sebagai "pengumpul aroma". Jika ada korban hidup di bawah timbunan, mungkin terdapat bau tubuh, keringat, napas, atau bahkan bau luka yang sangat samar. Material kayu yang berpori dapat menyerap partikel bau tersebut.
Relawan yang berpengalaman akan mencoba membedakan bau yang tidak biasa dari bau tanah,debu, atau material bangunan. Jika tercium bau yang mencurigakan seperti bau manusia, darah, atau keringat titik tersebut segera ditandai. Tim kemudian akan fokus menggali di area tersebut dengan lebih hati-hati, mungkin dengan bantuan alat berat yang dioperasikan secara presisi atau menggunakan tangan.
Penting untuk dicatat bahwa teknik inibukan pengganti metode pencarian modern. Ia digunakan dalam kondisi:
· Keterbatasan alat tinggi teknologi yang belum tersedia atau terjangkau.
· Sebagai pelengkap ketika alat elektronik kurang efektif karena kondisi medan atau material.
· Dalam fase akhir pencarian, ketika setiap kemungkinan kecil harus diusahakan.
Teknik "kayu pencium" ini mencerminkan kearifan lokal dan daya adaptasi masyarakat dalam menghadapi bencana. Ia menunjukkan bagaimana manusia mengoptimalkan sumber daya yang ada dan mengandalkan indra serta pengalaman langsung di saat-saat kritis.
Namun, para relawan dan pihak berwenang juga terus mengedepankan standar keselamatan dan efektivitas. Pelatihan SAR (Search and Rescue) modern selalu menekankan penggunaan alat yang teruji dan metode yang berbasis bukti. Teknik tradisional seperti ini dipahami sebagai bagian dari upaya maksimal di lapangan, yang dilakukan dengan penuh harap dan keberanian.
Di balik kesederhanaannya, batang kayu yang ditusukkan ke tanah Sibolga itu bukan sekadar kayu. Ia adalah simbol dari ketekunan, harapan, dan ikhtiar tanpa henti untuk mendengar kehidupan yang terperangkap di bawah tanah, membuktikan bahwa dalam setiap bencana, kemanusiaan selalu menemukan cara bahkan dengan cara yang paling sederhana sekalipun.
