![]() |
| Foto:Vistorbelitung |
VISTORBELITUNG.COM,Di tengah pesatnya arus globalisasi, kata-kata lokal sering kali menjadi penjaga benteng identitas yang paling kokoh. Salah satu kata yang sederhana namun sarat makna adalah "Sikok" dari tanah Belitung. Bagi masyarakat Belitung, kata ini bukan sekadar pengganti bilangan, melainkan sebuah fondasi budaya yang mengakar dalam keseharian dan filosofi hidup mereka.
Secara harfiah, "Sikok" berarti "Satu". Kata ini digunakan dalam percakapan sehari-hari layaknya bahasa Indonesia. Namun, penyebutannya yang khas, dengan intonasi logat Melayu Belitung yang kental, membuatnya terasa lebih hangat dan akrab.
· "Bagi aku sikok piring tu," (Beri aku satu piring itu.)
· "Dia pulang bawa sikok ikang besar." (Dia pulang membawa satu ikan besar.)
· "Tunggu sikok jam lagi." (Tunggu satu jam lagi.)
Penggunaan "sikok" menunjukkan keaslian dan menjadi penanda bahwa si pembicara adalah orang yang memahami dan menghidupi budaya lokal.
Di balik kesederhanaannya, "sikok" menyimpan nilai yang lebih dalam. Dalam konteks sosial budaya Belitung yang kolektif, konsep "satu" sering dikaitkan dengan kesatuan dan kebersamaan. "Kite sikok keturunan," (Kita satu keturunan) misalnya, adalah ungkapan yang menekankan ikatan darah dan kewajiban untuk saling menjaga.
Konsep ini juga tercermin dalam semangat gotong royong. Mengerjakan sesuatu secara bersama-sama hingga menjadi "sikok (satu) karya yang utuh" mencerminkan harmoni dan kekuatan komunitas.
Kekuatan kata "sikok" semakin mendunia berkat karya sastra fenomenal Andrea Hirata dalam tetralogi Laskar Pelangi. Penggunaan bahasa Belitung, termasuk kata "sikok", di dalam novel tersebut bukan hanya sekadar alat penggambaran setting, tetapi juga jiwa dari cerita. Kata-kata seperti "sikok" membawa pembaca merasakan denyut nadi kehidupan masyarakat Pulau Belitung yang jujur, bersahaja, dan penuh solidaritas.
Melalui karya itu, "sikok" yang awalnya hanya dikenal di ranah lokal, kini menjadi bagian dari khazanah bahasa Indonesia yang lebih luas, dikenali sebagai simbol keramahan dan kekhasan budaya Melayu Belitung.
Di era di mana bahasa Indonesia formal dan bahasa gaul digital mendominasi, penggunaan bahasa daerah seperti Bahasa Belitung menghadapi tantangan. Namun, kesadaran untuk melestarikan warisan leluhur ini tetap hidup. "Sikok" dan kosakata lainnya diajarkan di rumah, digunakan dalam acara adat, dan menjadi kebanggaan dalam percakapan antarsesama warga Belitung.
Upaya pelestarian ini juga dilakukan melalui lagu-lagu daerah, festival budaya, dan tentu saja, dibangkitkan oleh minat wisatawan yang datang ke Belitung, tertarik untuk mengalami langsung budaya yang mereka baca dalam Laskar Pelangi.
Jadi, "sikok" jauh lebih dari sekadar angka. Ia adalah simbol identitas, perekat sosial, dan filosofi kebersamaan masyarakat Belitung. Dari pasar tradisional hingga lingkaran komunitas, kata ini terus diucapkan, menghubungkan generasi tua dan muda, serta mengingatkan semua orang pada akar budaya yang membentuk mereka. Melestarikan kata "sikok" berarti turut menjaga satu warisan tak benda yang memperkaya wajah budaya Nusantara. Dalam setiap ucapan "sikok", tersimpan satu cerita tentang pulau timah yang kaya akan hati yang bersatu.
